Writer's BLOG
Writer's BLOG
Bertanyalah, dan Menulislah
A.S. Laksana | Rabu, 1 Juni 2022
Ada banyak hal yang kita tidak tahu, dan jauh lebih banyak yang kita tidak tahu ketimbang yang kita tahu. Dari sana kita bisa mengajukan pertanyaan.
Jika tidak ada lagi yang kita tanyakan, tidak ada lagi yang kita ingin tahu, mungkin pada saat itu kita sudah mati, atau masih hidup tetapi seperti sudah mati. Hanya orang mati yang tidak menanyakan apa-apa lagi. [lanjutkan]
50 Tahun The Godfather
Tragegi Sang Patriarkh
A.S. Laksana | Rabu, 30 Maret 2022
Pesta perkawinan Connie, bungsu dan satu-satunya anak perempuan Corleone, adalah adegan panjang yang brilian untuk memperkenalkan para karakter, memperlihatkan wibawa sang Patriarkh, dan memberi tahu kita kemurahan hatinya, yang berakar dari kultur kampung halaman: Orang Sisilia tidak akan pernah menolak permintaan di hari perkawinan putrinya. [lanjutkan]
50 Tahun The Godfather
The Godfather: Sebuah Big Bang
A.S. Laksana | Senin, 28 Maret 2022
THE GODFATHER adalah ledakan besar—sebuah Big Bang—yang digerakkan oleh daya kreatif orang-orang yang sedang bangkrut: Mario Puzo, Francis Ford Coppola, Marlon Brando, dan para pemain utama yang dibenci oleh petinggi-petinggi Paramount, dengan Coppola sebagai pusat ledakan, Brando menghidupkan nyala terang di layar, dan Puzo pemicu. [lanjutkan]
HB Jassin: Pahlawan Peradaban Indonesia
Hamid Basyaib | Kamis, 24 Februari 2022
RUMAH kontrakan Hans Bague Jassin di Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, sudah penuh sesak dengan segala macam teks tentang sastra modern Indonesia — bukan hanya buku dan majalah, tapi juga kliping koran, foto, coretan tulisan tangan, surat-surat pribadi. Itu adalah tambang yang tak ada habisnya untuk penulisan skripsi, artikel, disertasi. Dan para penulis makin deras mengalir ke rumahnya untuk memanfaatkan tambang terbesar itu. [lanjutkan].
Sebuah Surat untuk Harry Aveling
Budi Darma
Yang ditulis oleh kebanyakan pengarang Indonesia adalah barang mentah mengenai dirinya sendiri. Maka dengan membaca sastra Indonesia orang dapat mengetahui dengan mudah masalah sosial beberapa pengarang Indonesia. Inilah yang mengecewakan: sastra Indonesia lebih bersifat sosial daripada bersifat sastra. [lanjutkan]